SPESIAL: Sepuluh Daya Tarik Bundesliga

Written By Unknown on Sabtu, 24 Agustus 2013 | 17.29

Pamor Bundesliga meningkat tajam berkat 'all German final' di Liga Champions musim lalu. Selain itu, apa lagi yang membuat liga ini pantas disimak?


GOALOLEH   DEDE SUGITA


Tak dapat dimungkiri, gaung Bundesliga masih kalah nyaring dibandingkan Liga Primer Inggris, La Liga Spanyol, atau bahkan Serie A Italia, yang posisinya di koefisien UEFA sudah disalip liga utama Jerman tersebut.

Tetapi, dari tahun ke tahun pamor kompetisi ini terus menanjak, dan boleh dibilang  musim lalu menjadi puncak lonjakan Bundesliga dengan tersajinya all German final di Liga Champions. Lolosnya Borussia Dortmund ke Wembley, final pertama mereka setelah 1997, seolah membuktikan kepada publik dunia bahwa Liga Jerman tidak melulu soal Bayern Munich. Terlebih lagi skuat Jurgen Klopp menggapai status finalis dengan amunisi muda usia. Jangan lupa bahwa para penggawa utama Bayern seperti David Alaba, Thomas Muller, sampai Toni Kroos juga bahkan belum berumur 24 tahun.

Kegemilangan di panggung Eropa dan berjubelnya youngster cuma segelintir dari daya tarik Bundesliga musim ini, yang sudah mulai memasuki spieltag 3. Berikut ini Goal Indonesia menyajikan sepuluh alasan kenapa Anda tak boleh luput menyaksikannya.


Kepedihan 2011/12 dibayar tuntas oleh Bayern musim lalu. Armada Jupp Heynckes seolah tak pernah melepaskan injakan dari pedal gas sejak start hingga garis finis. Cuma menelan tiga kekalahan di seluruh ajang sepanjang musim, Die Roten menutup kampanye 2012/13 dengan memborong empat gelar.

Titel DFB-Supercup hanya menjadi pembuka dari prestasi sempurna treble winners di akhir musim, yang terindah tentu kemenangan 2-1 atas Dortmund di babak puncak Liga Champions, menebus kegagalan tahun sebelumnya, saat mereka dibungkam Chelsea di Allianz Arena. Aksi sang kampiun bertahan Eropa, apa lagi berstatus treble, selalu pantas untuk dinanti. Sorotan pada Bayern juga kian tajam menyusul pergantian nakhoda dari Jupp Heynckes ke Pep Guardiola.


Masih berkaitan dengan poin sebelumnya. Kedatangan Pep Guardiola, mustahil disangkal, turut mendongkrak popularitas Bundesliga secara keseluruhan. Mengambil cuti setahun usai menjulang dalam empat musim menukangi Barcelona (2008-12), kiprah perdana Guardiola di luar Camp Nou pasti ditunggu-tunggu.

Ekspektasi di pundak pria 42 tahun ini sungguh berat setelah Heynckes mempersembahkan treble. Selain itu, tak hanya gelar yang diharapkan darinya, tapi juga sebuah tim yang memukau dengan permainan atraktif, seatraktif  Barca di tangannya. Walau mengukir rekor sempurna di masa pramusim, ujian kompetitif pertama gagal dilalui Pep dengan mulus. Bayern ditumbangkan Dortmund 4-2 di Piala Super Jerman, sementara dalam dua partai awal Bundesliga, meski berujung kemenangan, Philipp Lahm cs. terlihat belum beradaptasi sempurna dengan instruksinya. Tapi tentunya haram bagi kita untuk mengambil konklusi terlalu dini. Rapor untuk kinerja Guardiola di Allianz Arena mesti ditangguhkan hingga musim rampung.


Sempat kering talenta di akhir abad 20,  puncaknya adalah kegagalan total timnas di Euro 2000, Jerman kini memetik buah dari perubahan yang digalakkan lebih dari sedekade silam. Federasi sepakbola Jerman (DFB), otoritas Bundesliga, dan klub-klub membuat kesepakatan untuk fokus memperbaiki sistem pembinaan pemain muda demi kepentingan bersama.

Guna mendapatkan lisensi kompetisi, sebuah tim wajib membangun dan mengelola akademi. Selain kegemilangan pasukan muda Der Panzer asuhan Joachim Low, hasil nyata terlihat jelas dalam final UCL musim lalu di Wembley. DFB mengumumkan saat itu total 26 personel dari skuat Bayern dan Dortmund merupakan pemain homegrown dan dapat dipanggil memperkuat Die Mannschaft. Musim ini, sederet darah muda siap unjuk gigi di Bundesliga. Salah satu yang menyandang status wunderkind adalah Leon Goretzka, yang  kini bekerja sama dengan Julian Draxler di lini tengah Schalke 04 usai diangkut dari klub divisi II, VfL Bochum.


Anda tak akan melihat sebuah klub Bundesliga dikuasai oleh pemilik tunggal karena adanya aturan "50+1" alias fans, diwakili oleh para anggota klub, yang memegang kontrol mayoritas. Ini memang tak selalu menjamin klub bebas utang karena faktanya tim sekelas Dortmund dan Schalke pun pernah dilanda krisis keuangan. Namun keadaan sudah jauh lebih baik sekarang dan Bundesliga kini adalah kompetisi dengan finansial tersehat. Di sini, manajemen keuangan yang diatur dengan baik merupakan fondasi menuju sukses.
Kendati setiap laga dari dua divisi teratas bisa disaksikan lewat saluran televisi berbayar dengan ongkos hanya €30 per bulan, stadion di Jerman tak pernah sepi penonton. Harga tiket yang sangat ramah untuk kantong fans menjadi alasannya. Dengan bujet cukup €140, Anda sudah bisa mendapatkan tiket musiman di tribun berdiri Allianz Arena, markas Bayern Munich. Tarif tersebut tak jauh berbeda dengan harga tiket musiman termurah yang dipegang VfL Wolfsburg (€130). Ini memastikan terciptanya atmosfer fantastis dalam stadion-stadion di Jerman. Fans yang paling mengundang atensi tak pelak adalah loyalis Dortmund, yang kerap menyuguhkan koreografi imajinatif di Sudtribune alias tribun selatan Signal Iduna Park yang juga dijuluki dengan "The Yellow Wall".
Di antara liga-liga top Eropa lainnya, Bundesliga adalah salah satu yang punya koneksi terkuat dengan para pesepakbola Asia. Diinisiasi kedatangan Cha Bum-Kun (Korea Selatan) yang angkat nama bersama Eintracht Frankfurt dan Bayer Leverkusen di era 1980-an, lalu kontingen Iran yang diwakili Ali Daei dan Mehdi Mahdavikia cs. pada 1990-an, kilau bintang-bintang Benua Kuning menyala semakin terang memasuki era modern. Shinji Kagawa memang sudah hijrah ke Manchester United setelah berkibar dengan Dortmund, tapi banyak rekan-rekan Asia-nya masih meramaikan pentas Bundesliga. Sebut saja Atsuto Uchida (Schalke), Hajime Hosogai (Hertha Berlin), Song Heun-Min (Bayer Leverkusen), Koo Ja-Cheol (Wolfsburg), sampai Hiroshi Kiyotake (Nurnberg) yang pekan lalu melesakkan tendangan bebas indah ke gawang Hertha.
Ya, klub-klub Bundesliga bersaing keras di lapangan dan tak jarang melancarkan perang urat syaraf di media. Tensi panas dalam duel-duel akbar seperti der klassiker atau Revierderby juga kerap ditemukan. Namun, terlepas dari itu semua, mereka tetap mengusung respek tinggi untuk tim-tim pesaing. Ambil contoh pada 2003 silam, ketika Bayern ikut mengulurkan tangan demi membantu Dortmund keluar dari ancaman kebangkrutan dengan pinjaman €2 juta.

Jumlahnya mungkin tak seberapa, tapi itu menunjukkan solidaritas kuat bahkan terhadap rival. Bandingkan dengan kasus di Skotlandia, ketika Glasgow Rangers terjerat utang besar sehingga harus didemosi ke divisi III tetapi Celtic hanya bergeming. Atau di Inggris, saat Portsmouth dua kali memasuki tahap administrasi dalam tiga tahun, dan dalam dua kesempatan tersebut tak satu pun klub yang tersentuh hatinya untuk memberikan bantuan.


Lesatan klub promosi bukan peristiwa langka di Bundesliga. Kalau di edisi lalu Eintracht Frankfurt terus beredar di papan atas klasemen dan akhirnya finis di zona Liga Europa (peringkat keenam), maka musim ini fenomena serupa tampaknya siap dilakoni Hertha Berlin. Pasukan ibu kota asuhan Jos Luhukay langsung menggebrak di garis start dengan menggebuk Frankfurt 6-1 sekaligus merebut tahta klasemen spieltag pertama. Di laga berikutnya kontra Nurnberg, Hertha nyaris mengamankan tiga angka lagi sebelum gol telat Kiyotake memaksakan hasil imbang 2-2. Langsung melejit ke papan atas bukan kejutan terbesar tim promosi di kancah Bundesliga. Satu setengah dekade silam, Kaiserslautern besutan Otto Rehhagel yang baru naik dari Bundesliga 2 langsung mencaplok mahkota Deutscher Meister!
Musim lalu Bundesliga memproduksi rataan gol tertinggi dibandingkan liga-liga elite lain di Eropa. Dengan rasio 2,93 gol per pertandingan, mereka mengungguli La Liga (2,87 gol per partai), Premier League (2,8 gol per partai), dan Serie A (2,64 gol per partai), sementara Ligue 1 Prancis menghasilkan rata-rata 2,54 gol di setiap pertandingan pada 2012/13. Tren ini nyaris pasti berlanjut di musim baru. Dari 19 laga yang telah mentas, termasuk satu partai spieltag 3 antara Dortmund dan Werder Bremen tadi malam, sudah lahir total 64 gol alias penonton rata-rata disajikan 3,37 gol dalam sebuah duel. Ini juga tidak melulu soal kuantitas. Mau bukti? Simak aksi berkualitas Mario Mandzukic membobol gawang Frankfurt, atau, kembali, tembakan bebas aduhai dari Hiroshi Kiyotake.
Last but definitely not least, level persaingan amat tinggi menjadi satu daya pikat utama Bundesliga. Ya, secara keseluruhan Bayern Munich memang amat dominan dengan rekor 23 kali juara, tapi tak pernah ada istilah stagnan berupa dua atau empat besar di sini. Mari kita menarik mundur garis waktu hingga sepuluh tahun silam. Dalam kurun tersebut, sebanyak lima tim berbeda keluar sebagai kampiun: Bayern, Dortmund, VfL Wolfsburg, VfB Stuttgart, plus Werder Bremen. Menengok liga top lain, jumlah ini merupakan yang tertinggi. Di rentang yang sama Premier League hanya melahirkan empat jawara, sementara Serie A dikuasai trio Juventus, Internazionale, dan AC Milan, serta di La Liga Spanyol tepat satu dasawarsa lalu Valencia menjadi klub terakhir yang mendobrak kemapanan duopoli Real Madrid dan Barcelona.

Anda sedang membaca artikel tentang

SPESIAL: Sepuluh Daya Tarik Bundesliga

Dengan url

http://bolanasionalitas.blogspot.com/2013/08/spesial-sepuluh-daya-tarik-bundesliga.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

SPESIAL: Sepuluh Daya Tarik Bundesliga

namun jangan lupa untuk meletakkan link

SPESIAL: Sepuluh Daya Tarik Bundesliga

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger